[Freelance] I Loved You with Half of My Heart

I Loved You with Half of My Heart

 

Title : I Loved You with Half of My Heart

Length : Oneshot

Rating : PG-13

Genre : Angst, Drama

Author : Hangukffindo

Main Cast :

  • Kai (EXO-K)
  • Krystal aka Soo Jung (f(x))

Support Cast : –

Disclaimer : Kai milik umma, appa, EXO K, EXO, lee sooman. Sedangkan Soo Jung punya f(x), punyanya Jessica, punya lee sooman hahaha…kalo cerita murni berangkat sekolah dari otaknya author hehe…

Author kasih saran ya…kalo baca FF ini kudu wajib dengerin lagunya si Christina Perri yang a thousand years, juga justin bieber yang be alright. Tapi jangan sampe ketiduran yaaa hehehe

Happy reading, my beloved chingudeul…

 

Sekolah begitu sepi ketika aku berjalan keluar dari kelas. Tidak ada satu orang pun terlihat, apakah aku terlalu serius mengerjakan tugas sampai tidak menyadari hal ini?

Dengan tas dibahu, aku mendengarkan langkahku bergema di sepanjang koridor sambil sekali-sekali mengecek ponsel.

Tidak ada pesan.

Aku mendesah kesal. Dimana dia? Aku telah mengirim beberapa kali pesan padanya, juga mengecek ruang kelasnya. Nihil. Dia tidak berada disana.

Apa dia meninggalkanku?

Tidak. Kai tidak pernah melakukannya, semarah apapun dia, sehebat apapun pertengkaran kami…Kai tidak akan pernah meninggalkanku.

Tidak selangkah pun.

Aku hampir menyerah ketika pandanganku menyapu seluruh pintu di koridoe sekolah dan jatuh pada salah satu pintu yang setengah terbuka di ujung sana.

Ruang tari…

            Kai tidak mungkin berada disana.

Aku ragu sejenak sebelum akhirnya aku melangkah kesana, membuka pintunya yang berderit nyaring. Aku meringis mendengar suara itu, tapi ada hal lain yang membuat hatiku mencelos lega.

Dia…

Laki-laki berkulir sedikit gelap itu duduk menyandar pada dinding. Matanya terpejam dan wajahnya tidur dalam tenang.

Kai tidak meninggalkanku. Batinku seraya mendekati Kai yang terlelap. Aku berusaha agar tidak menimbulkan satu suara pun dalam melangkah hingga aku berada di sampingnya.

Kuperhatikan setiap senti wajahnya, garis-garis tegas membentuk wajah tampan itu sanggup membuatku jatuh terlalu dalam dan mengatakan ‘ya’ saat dia memintaku untuk menjadi kekasihnya dua tahu yang lalu.

Aku mengulurkan tangan untuk menyentuh rambut hitamnya yang mengkilap, begitu lembut ketika jariku menyapu rambut itu perlahan dari dahinya. Jariku menelusuri alis tebalnya yang selalu bertaut ketika kami bertengkar atau saat berpikir keras mengerjakan tugas matematika.

Aku benci melihatnya seperti itu. Lalu jariku turun mengikuti lekuk matanya. Mata yang indah, yang selalu memandangku penuh misteri, membuatku bertanya-tanya, apa yang dia pikirkan? Apa yang dia sukai? Semuanya tersembunyi di balik mata indahnya.

Telunjukku meluncur mulus diatas garis hidung yang mancung. Aku merasakan napas hangat keluar dari sana, hembusan napas yang terasa menggelitik saat menyentuh kulitku. Juga bibirnya…

Bibir penuh yang merah muda. Kissable. Kata itu terngiang dalam kepalaku setiap melihat bibir Kai dan saat bibir itu menyentuh bibirku, aku bersumpah, tidak hanya indah…aku bahkan bisa mengintip surga karena rasanya…rasanya berbeda dari apapun yang pernah kurasakan.

Bukan rasa stroberi dalam es krim yogurt yang dingin menyegarkan di musim panas. Bukan limun asam manis di tepi pantai.

Aku memuja bibirnya yang selalu membawaku melayang ke udara dan menjatuhkanku kembali ke bumi saat bibir kami terpisah.

Aku menghabiskan beberapa detik untuk mengagumi bagian tubuh Kai itu, sebelum tanganku menjalar di sekitar lehernya dan turun ke dada bidang Kai.

Terdapat beberapa kerutan di kemejanya. Tanganku refleks mengelusnya, berusaha merapikan kemeja seragam Kai, tapi detik selanjutnya aku malah bersandar disana.

Kudengar jantungnya berdetak tidak beraturan seperti milik kebanyakan orang.

Karena penyakit itu…

VSD (Ventrical Septal Defect) nama penyakitnya. Kai mengalami kelainan pada jantungnya sejak lahir. Dia selamat dari lubang jarum karena operasi pertamanya berjalan lancer, walau hanya untuk jangka waktu yang pendek. Tapi dia masih bisa mengatasinya sampai sekarang.

Dadanya naik turun dengan lembut mengayunkan kepalaku yang menempel padanya. Begitu tenang sampai suara Kai memecah kesunyian.

“Apa kau mendengarkan sesuatu disana?”

Aku tergelak kecil, hanya diam memejamkan mata.

“Hei, apa yang kau lakukan?” Tanya Kai membuka mata, aku melihatnya lewat pantulan kaca.

“Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang kau lakukan disini?” Aku menguap besar sambil melingkarkan tanganku pada pinggangnya, mencoba tidur walau itu tidak mungkin. “Apa kau menari lagi?” tanyaku setengah berbisik, bermaksud marah namun nada yang keluar terdengar lebih seperti aku pasrah.

“Apa pedulimu? Aku akan menari selama yang aku inginkan.” Kai terkekeh, dia menatap langit-langit ruangan.

“Kau menyiksa jantungmu. Apa kau tidak dengar perkataan dokter?” desahku karena Kai memelukku erat, menjatuhkan kepalanya diatas kepalaku dan dia berbicara dalam posisi seperti itu, membuat napasnya menggelitik kulit kepalaku.

“Tahu apa orang tua itu? Hanya menempelkan stetoskop dan seenaknya menyuruh orang untuk operasi.” Ujar Kai membiarkanku beranjak darinya.

Aku merapikan rambutku di cermin, meratakan lipbalm dibibirku. “Tapi kau akan tetap melakukan operasi itu kan?”

Ya, dia harus melakukannya!

Kai menaikkan salah satu alisnya dan mengangkat bahu. “Kau tahu, tidak ada yang mau melakukan operasi konyol itu. Lagipula…” kini dia memelukku dari belakang, mengecup leherku dengan kecupan ringan. “Aku bisa tetap hidup seperti ini, jadi…jangan pernah membahas hal ini.” Ujarnya dalam suara rendah hampir berbisik, membuatku merinding di seluruh tubuh.

“Tapi, Kai…”

“Pppsssttt…” desisnya, mencium tengkukku, berhasil membuatku diam.

Aku selalu kalah jika berargumen dengannya dan pada akhirnya aku akan hanyut dalam sentuhan bibirnya.

Aku benci hal itu terjadi padaku! Betapa lemahnya diriku…Betapa naifnya makhluk ini…

“Kau datang ke rumah hari ini?” bisiknya diantara rambut panjangku. Aku tersenyum sedih, mengeratkan pelukannya dipinggangku, berharap dia tidak melepaskannya saat aku berkata, “Sorry, aku harus pergi menemani Sica eonni belanja malam mini. Dia kehabisan baju dan aku rasa aku juga membutuhkannya.”

Wajahnya kembali menghilang dilekukan leherku. “Kau payah, Soo Jung.” Ejeknya. Kemudian dia membiarkanku menciumnya singkat sebelum pergi keluar dari ruangan.

Tidak ada yang bisa menghalangi Kai saat dia berkata dia ingin menari sampai kehabisan napas.

__________

Kai selalu tahu apa yang kurasakan, walaupun kami tidak mengirim pesan lewat ponsel atau apapun. Dia pernah berkata bahwa dia menerima sinyal aneh dari rumahku, “Karena kau alien yang mempunyai radar.” Begitu katanya.

Aku tidak keberatan dia menyebutku begitu, asalkan dia berada di kamarku. Sosok tinggi itu melangkah masuk lewat jendela dibawah terpaan sinar rembulan yang indah.

Perasaan itu terlepas saat tubuh kami jatuh ke kasur, memantul seperti bola, dan menahan tawa sembari menempelkan telunjuk di bibir, mengingatkan satu sama lain untuk tidak menimbulkan kegaduhan.

Lalu kami berciuman cukup lama, memisahkan diri sebelum pingsan karena kehabisan napas.

Kai selalu kecewa ketika aku melakukannya, dia akan membabi buta menarik tengkukku agat keinginannya merasakan bibirku di bibirnya terpenuhi.

Tangannya menyentuh bagian samping tubuhku dan kami akan bercerita satu sama lain, tentang apa saja.

Kai tidak banyak bercerita tentang keadaan kelasnya, seperti biasa aku yang akan bercerita panjang lebar mengenai teman sebangkuku, sahabatku yang berada di Jepang, guru matematika, lelucon di kelas, sampai mengeluh tentang produk perawatan wajah yang tidak bisa membuat wajahku terlihat bersinar dalam waktu dua minggu.

Tapi Kai tidak pernah mengataiku bodoh soal ini. Kata-kata yang keluar dari mulutnya hanyalah pujian, pujian, pujian…

“Kau cantik…”

“Rambutmu indah…”

“Kau tidak perlu menggunakan produk bodoh itu…”

Aku tertawa geli dan bersumpah akan menendang produk sialan itu keluar dari kamar mandiku. Kai senang mendengarnya dan kami berpelukan seperti dua belut yang sedang jatuh cinta.

Tapi aku benci melakukannya. Suara detakan jantung Kai mengganggu di telingaku, mengingatkanku bahwa ada sesuatu yang mengganjal, hingga aku spontan menjauhkan diri darinya. Kai mengerti.

“Jangan bertanya soal itu lagi.”

“Soal apa?”

Kai menggeleng, dia tahu aku mengerti apa yang sedang kami bicarakan. Berulang kali, beribu-ribu kali dia meyakinkanku dengan kalimat yang sama. “Aku tidak akan kenapa-kenapa tanpa menjalani operasi itu. Walau jantungku tinggal separuh, eumm…aku bisa tetap mencintaimu dengan bilik kanan jantungku.”

“Jangan konyol.” Aku memukul kepalanya perlahan. Ada perasaan marah, namun kami akan berakhir dalam perang bantal dan gelitik di seluruh tubuh. Termenung sepanjang malam menatap langit-langit kamarku.

Kai akan tetap mencintaiku…

            Itulah hal terpenting…

 

 

 

Tidak menjadi penting lagi ketika tiba-tiba kami seperti dua orang yang tidak saling mengenal. Kai menghilang dari pandanganku, Kai tidak masuk sekolah, kulihat bangkunya kosong dan ponselnya mati.

Aku tampak seperti orang bodoh ketimbang pacarnya, karena setiap teman yang menanyakan keabsenan Kai ini, aku menggelengkan kepala.

Pikiranku melayang kemana-mana selama perjalanan ke rumahnya. Apa dia sakit? Apa dia mengalami kecelakaan? Apa..apa dan apa… Semua hal buruk yang mungkin terjadi menghentakkan kepalaku, hingga aku tersadar aku sudah berada di depan rumahnya yang bercat kuning.

Baru saja aku mengangkat tangan, berniat untuk mengetuk lalu pintu terbuka dan wajah ibu Kai muncul. Dia tersenyum dan mengingatkanku pada Kai, karena mereka mirip sekali.

Tidak ada yang terjadi.  Jelasnya menjawab semua pertanyaanku. Dia berkata Kai sedikit tidak enak badan beberapa hari belakang ini dan memutuskan untuk tetap berbaring di kamarnya.

Tanpa membuang banyak waktu aku pergi ke kamarnya di lantai dua. Pintu kamar Kai penuh stiker dan coretan graffiti, menyatakan tidak ada yang boleh masuk ke dalam kamarnya.

Dasar laki-laki!

Aku mengetuk pintu.

Tidak ada jawaban.

Kedua kalinya aku mengetuk dan berbicara perlahan. “Ini aku, Kai.” Kuyakin suaraku cukup jelas terdengar olehnya dari dalam.

Mungkin dia tidur. Batinku berkata. Jika memang begitu, aku tidak ingin mengganggunya. Tapi bagaimana denganku? Aku merindukannya, merindukan genggaman tangan Kai, kecupan di bibir, aroma tubuhnya. Sebentar lagi aku akan gila jika tidak bertemu dengannya lebih lama.

Kuberanikan diri untuk mengetuk pintu, memberitahunya aku akan masuk.

Kosong…

Aku tidak melihat sosok Kai berbaring ditempat tidurnya seperti yang dikatakan ibu Kai atau di meja belajar, aku benar-benar mengira Kai menghilang dari muka bumi.

Namun…terdengar gemercik air dari kamar mandi. Aku bernapas lega, ya, mungkin Kai sedang mandi. Kuputuskan untuk menunggu, duduk tenang mengamati foto-foto di dinding dekat mejanya.

Kai maniak diriku.

Dia mencetak semua fotoku dan fotonya, menempelkan di dinding bahkan sampai foto-foto terkecil pun, lalu ada coretan namaku di atas sana. JUNG SOO JUNG.

Apa itu berarti dia sangat mencintaiku?

Aku terus menunggu…

10 menit.

20 menit.

30 menit.

Suara pancuran air terus terdengar sehingga aku mulai penasaran, apa yang dilakukan Kai didalam sana. Dia bukan tipe orang yang suka berlama-lama melakukan sesuatu, kecuali menari.

Aku mengetuk pintu kamar mandi dan hampir memekik karena pintu tidak terkunci, dengan mudahnya aku mendorong dan disana…

Di sudut kamar mandi…

Di bawah pancuran air…

Kai masih berpakaian lengkap, duduk mendekap lutunya. Kaus biru gelap beserta celana jinsnya, basah dan menggigil. “Kai, apa yang kau lakukan?” jeritku histeris menghampirinya, ikut basah terkena air. Tapi aku tidak peduli. Kumatikan air dan focus pada Kai.

Kulit Kai sangat dingin dan aku tidak mengerti mengapa dia melakukan ini semua. “Kai, apa yang terjadi? Lihat aku, Kai. Lihat aku, babe.” Aku mengangkat wajahnya yang pucat , dia menggelengkan kepala, tidak berkata apa-apa malah memelukku.

Tanpa alasan yang pasti aku meneteskan air mata, kebingungan melingkupiku, sedangkan Kai masih saja terdiam.

Apa yang terjadi? Apa yang terjadi…

“Aku akan melakukan operasi itu.” Ucap Kai kurang jelas tertangkap di telingaku. “A-aku…takut.” Seketika itu juga aku memeluk Kai, tidak tahu apa yang harus kurasakan. Senang? Bahagia karena akhirnya Kai mau melakukannya? Tapi di satu sisi…

Kai ketakutan…

Tidak ada yang bisa kukatakan selain memberikan pelukan erat pada tubuhhnya.

Hari menjelang malam saat aku membiarkan jendelanya terbuka. Tubuh Kai terhempas diatas kasur. Rambutnya masih setengah basah, aku merangkak untuk mendapatkan tempat disebelahnya.

Kai memejamkan kedua matanya. Bulu matanya yang lentik bergerak perlahan, aku tahu dia tidak akan bisa tidur tenang.

“Kai…”

“Hmm?”

Kubelai kepalanya, aroma shampoo mint menguar dari sana. “Semuanya akan baik-baik saja.” Terdengar seperti pertanyaan ketimbang pernyataan. Apa…aku ragu?

Kai kembali membuka matanya, menatapku dengan teliti. “Menurutmu begitu?” dia balik bertanya.

“Entahlah, jika itu membuatmu lebih baik…” suaraku tercekat, entah mengapa aku seperti ingin terus menangis melihat wajahnya. Tangannya perlahan menghapus setitik air mata disudut mataku.

“Psssttt…jangan menangis.” Pintanya. Suara Kai yang dalam, membawaku lebih dekat padanya, mencium lembut bibirnya berkali-kali. Mungkin setelah operasi itu Kai akan lebih membaik, dia tidak perlu mendengarkan ocehanku soal hobi menarinya itu, dia tidak perlu mendengar omelanku saat mendapatinya berada di ruang menari, atau Kai akan merasakan jantungnya berdetak normal seperti orang lain.

Dan…seperti hari-hari sebelumnya, kami bisa berbaring di tempat tidur, membicarakan tentang hidup sampai larut malam.

“Soo Jung…” panggil Kai.

“Ya?”

“Apapun yang terjadi…” kalimatnya menggantung diudara malam yang dingin ini. Dia setengah tersenyum padaku.

“Aku akan mencintaimu, walaupun harus dengan setengah jantungku.”

 

Ya, apapun yang terjadi…

            Apa saja yang akan terjadi.

            Hari esok yang masih menjadi misteri.

_______

 

Aku benci rumah sakit, tapi rasa benci itu tiba-tiba menghilang ketika jadwal operasi Kai tiba. Aku berada disana bersama keluarga Kai.

Kai memeluk setiap anggota keluarganya dengan erat. Ayahnya, ibunya, kakaknya, dan sampai tiba giliranku, dia menyunggingkan senyuman yang biasa dia tunjukkan. Aku kembali bertemu dengan Kai yang kukenal. Kai yang santai dan penuh canda.

“Tunggu aku selesai. Mungkin kau akan melihatku berjalan keluar dari ruang operasi dengan setengah jantung.” Kekehnya menggodaku.

“Ya! Apa yang kau katakan…” kataku lagi-lagi meneteskan air mata. Kai tertawa dan segera membawaku dalam pelukannya.

Aroma tubuh Kai mengalahkan bau antiseptic rumah sakit. “Aku akan menemui nanti setelah operasi.” Bisiknya. Aku mengangguk cepat dan kami memisahkan diri.

Tidak ada kecupan di bibir, kami tidak mungkin melakukannya di depan keluarga. Namun Kai mengecup dahiku cukup lama, sampai perawat berdeham dan aku menjauh dari Kai.

Hal terakhir yang kulihat adalah lambaian tangan Kai sebelum memasuki ruang operasi.  Aku berharap bisa mengendalikan waktu dan membuatnya berjalan cepat. Aku tidak suka menunggu, aku benci menunggu seseorang dan Kai tidak pernah membuatku menunggu.

Kai tidak pernah membuatku menunggu…

            Kai tidak pernah meninggalkanku…

            Dan kai mencintaiku.

 

 

Aku kira…

Aku benar-benar mempunyai kekuatan itu. Kekuatan mempercepat waktu.

Seharusnya empat jam kami menunggu seperti orang gila, tanpa jawaban dan tanpa tahu apa yang mereka lakukan dengan Kai di dalam sana. Aku tidak mau membayangkan bagaimana mereka membelah dada Kai dan…

Dokter keluar setelah operasi berjalan dua jam. Seperti di film-film, kami semua beranjak dari kursi dengan tanda tanya besar di kepala. Aku tidak tahu harus berharap apa. Apakah terjadi sesuatu…

 

Kai tidak pernah membuatku menunggu…

            Kai tidak pernah meninggalkanku…

            Kai…

Aku tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan dokter. Begitu juga saat ibu Kai menjerit, melolong, dan suaranya menyayat hatiku.

Wanita paruh baya itu jatuh dipelukan suaminya, mengatakan tidak…tidak…tidak mungkin. Kembalikan anakku. Kembalikan  Kai…

            Sulit bagiku untuk menelan ludah dan penglihatanku buram karena air mata mengalir deras seperti air terjun. Aku ingin tertawa. Apakah ini salah satu lelucon Kai? Dia pernah mengerjaiku saat ulang tahunku yang ke tujuh belas, mengatakan bahwa dia kecelakaan dan berhasil membuatku berlari ke jalanan, menangis seperti orang bodoh.

Tapi ini bukan ulang tahunku…

Lagipula disana, dia…seorang dokter.

“Serangan jantung datang tiba-tiba. Kami tidak memprediksikan hal ini…”

Aku kehilangan seluruh akal sehatku. Bagaimana ini bisa terjadi? Kai tidak mungkin pergi dengan cara seperti ini.

Dia berjanji akan keluar dari sana! Berjalan dengan setengah jantungnya yang masih berfungsi dan dia mencintaiku! Dia seharusnya tidak membuatku menunggu, dia tidak pergi meninggalkanku, dan dia seharusnya masih mencintaiku.

 

Tubuhnya tidak bergerak lagi seperti yang kuinginkan, seperti yang mereka inginkan. Kai benar-benar meninggalkan hobi menarinya.

Seharusnya aku tidak menyuruhmu melakukan operasi itu. Betapa bodohnya aku! Kembalilah Kai, biarkan kau seperti yang dulu. Aku ingin memelukmu, menciummu, kita bisa berbagi cerita seperti yang biasa kita lakukan. Atau…atau biarkan jantungmu berdetak tidak semestinya, aku tidak peduli! Aku tidak peduli! Selama itu masih berdetak, berdetak untukku…aku tidak peduli!

 

Saat Kai mengatakan dia ketakutan…

Saat Kai mengatakan semuanya akan baik-baik saja…

Dia berbohong.

Dia tahu dia akan pergi dengan cara seperti itu.

Aku tahu dari kedipan matanya dan lambaian tangannya. Dia benar-benar mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya.

______________________________________________________________________________

 

Aku akan mencintaimu, Soo Jung. Walaupun hanya dengan setengah jantungku.”

 

THE END

Bagaimana Chingudeul? Menangiskah?

Enggak ya! Kai tidak akan mati hehehe *gak terima gitu*

 

 

26 pemikiran pada “[Freelance] I Loved You with Half of My Heart

  1. kenapa harus sad ending thor ???
    kenapa? kenapaaa????!!!!!!
    buat ulang lagi aja yak ceritanya , tapi yang happy ending. biar aq gak buang” aer mata pas bacanya…,,
    jebaaallll …….

  2. huaaaaaa!!! ini author sumpah bikin aku merinding
    aaaaaaaaaaaaa KAI!!
    mencintai walaupun dengan setengah jantung muu..
    *damn.. aku frustasi ngebayanginnya
    hikss

  3. hehe terima kasih ya udah mau baca dan comment :D
    author jadi terharu iniihh hahaha lumayan lah ya buat ff kaistal perdana? hihihi
    stay tune untuk ff selanjutnya dari author *tebar eyeliner baekhyun* hehehe
    gomawo :D

  4. sumpaahh kerennnn!!
    sukses bkin nangis org .. puncaknya pas d end-ing d kta”terakhir Kai
    “Aku akan mencintaimu, Soo Jung. Walaupun hanya dengan setengah jantungku.”
    it bkin nyesek bngt ampe k jantung(?) lohh Thor .. T^T

  5. Aaaa autor keren banget. Aku baca sambil denger a thousand years. air mata ga berhenti2. . Ahhhhhhh keren bangett

  6. Andwe~ kai oppa hiks..
    knp hrs sad ending gini sih..
    trus gimn dgn janji kai oppa yg aka mencintai Soo Walaupun hanya dengan setengah jantungnya
    :( nyesek bangettt

  7. kok… kecewa ah:( astaga kenapa endingnya kainya mati?
    yaampon aku baca ff kaistal pasti salah satunya ada yg mati-_-

Tinggalkan Balasan ke prileyy Batalkan balasan