Do Man Cry? [Chapter 6]

Do Man Cry

Tittle        : Do Man Cry?

Author    : Mayha Kang

Main Cast :
Choi Sulli f(x)
Oh Sehun (EXO-K)

Support Cast :
Jung Jessica (SNSD)
Hwang Miyoung/Tiffany (SNSD)
Park Chanyeol (EXO-K)
and others

Length    : Chapter

Genre      : Sad, Angst

Inspirated by Davichi’s Song “Do Man Cry”

Happy Reading!

“Apakah laki-laki juga menangis?”

“Apakah mereka juga merasa sakit ketika mereka putus cinta?”

“Apakah mereka menangis ketika mereka sangat merindukan seseorang?”

>>> Do Man Cry? <<<

“Sehun meninggalkanmu karena dia tidak ingin kau mengetahui penyakitnya.” ucap Tiffany.

Tanpa seizin Sehun, Tiffany membeberkan semuanya pada Sulli. Dia tidak ingin Sulli terus menganggap dirinya dipermainkan oleh Sehun. Itu hanya akan menambah penderitaan mereka berdua. Tiffany telah melakukan hal yang benar, Jessica dan Chanyeol pun membenarkan tindakannya barusan. Selepas ucapan Tiffany semua menatap iba pada Sehun terkecuali Sulli yang bergeming kaku di tempatnya. Dia terlihat sangat shock atas apa yang baru saja diketahuinya.

Tiffany melirik Sehun yang diam menunduk, “Mianhae Sehun’ah, tapi Sulli berhak mengetahuinya.”

“Eonnie, bicara apa kau? Apa maksudmu?” desak Sulli, matanya menatajam tajam ke arah Tiffany.

Chanyeol pun tidak tinggal diam, ia turut angkat suara.

“Sehun divonis mengidap penyakit kanker darah stadium akhir. Mianhae, kami tidak bermaksud menyembunyikannya darimu, tapi Sehun sendiri yang meminta kami agar merasahasiakkannya darimu.” jelasnya.

Butiran air kembali menetes dari mata Sulli. Bodohnya dirinya yang selama ini tidak peka akan penyakit Sehun. Dia selalu mengatakan sangat mencintai Sehun dan akan menjadi kekasih yang baik untuknya. Tetapi apa yang ia lakukan? Dia bahkan tidak tahu kalau Sehun mengidap penyakit ganas. Dia juga telah membenci Sehun karena mengira dirinya hanya dipermainkan olehnya, padahal Sehun melakukannya semata-mata karena tidak ingin melihatnya sedih. Kenyataan ini pun kemudian menyadarkan Sulli bahwa selama ini dirinyalah yang jahat dan tidak berperasaan. Selama ini dia hanya memikirkan dirinya sendiri, menganggap dirinyalah orang yang tersakiti dan menderita.

Sulli menatap sendu pada Sehun yang masih tertunduk diam. Ucapan singkat Tiffany mampu meruntuhkan tembok kebenciannya pada Sehun. Ingin rasanya ia mendekap Sehun dengan penuh kasih sayang. Dia pun mengambil beberapa langkah mendekatinya, namun Sehun buru-buru berbalik dan berjalan pergi meninggalkannya. Tidak ada yang bisa dilakukan Sulli. Dia hanya bisa pasrah menatap sosok Sehun yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Sulli memejamkan mata sejenak, membiarkan air matanya terus mengalir. Dipegangnya dadanya yang terasa sesak. Sungguh di luar pikirannya bahwa Sehun memutuskannya bukan karena mencintai yeoja lain, tetapi karena tidak ingin membuatnya sedih setelah mengetahui penyakitnya yang terlanjur parah. Perlahan ia kembali membuka matanya. Diliriknya kue ulang tahun Sehun dengan api yang masih menyala pada lilinnya. Sehun bahkan belum sempat meniup lilin itu. Mengapa takdir begitu kejam pada Sehun?

“Sulli’ah kejarlah Sehun! Jangan biarkan dia menanggung rasa sakitnya sendirian! Dia membutuhkanmu.” pinta Jessica lembut.

Sulli menganggukkan kepala, yang dikatakan Jessica benar. Dia harus mengejar Sehun. Cukup sudah penderitaan yang selama ini Sehun pikul seorang diri. Sulli harus berada di sisinya dan membantunya menopang beban berat itu.

“Ne, gomapta eonnie.” ucap Sulli pada Jessica.

Sulli pun bergegas pergi menyusul Sehun. Meski tak tahu ke mana perginya Sehun ia terus berjalan menyusuri jalanan yang cukup dipadati orang-orang. Hampir setengah jam ia berjalan mengitari sekitaran pusat kota, namun sosok Sehun tak kunjung melintas dipenglihatannya. Timbul dipikirannya mungkin Sehun belum ingin membagi penderitaan dengannya. Dia pun mulai merasa lelah dan putus asa. Dipandangnya sekeliling jalan dimana orang-orang berlalu-lalang disekitarnya, membuatnya semakin merasa penak. Sulli akhirnya memutuskan untuk meredam kesedihannya di taman yang kerap ia kunjungi sewaktu masih bersama Sehun.

***

Sulli bergegas turun dari taxi yang ditumpanginya setelah sampai disebuah taman yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. Sulli menghela napas panjang, hari ini terasa sangat berat baginya. Sejak pagi ia telah dirundung kegelisahan dan malamnya ia pun mengetahui suatu kebenaran yang menyakitkan. Dia kemudian melirik jam tangan putih yang melingkar di tangannya. Jarum jam itu menunjukkan pukul setengah sebelas malam dan itu artinya hari ulang tahun Sehun akan segera berakhir. Dia pun kembali teringat pada kue ulang tahun Sehun.

“Seharusnya dia meniup lilinnya dulu. Anak itu sekalipun tidak pernah memikirkan dirinya sendiri.” desahnya.

Langkah kaki Sulli membawanya ke salah satu bangku taman. Tiba-tiba ia tertegun dengan pemandangan yang ia saksikan. Dilihatnya Sehun yang tengah duduk sambil menekuk wajah, terlihat beberapa kali ia menghelas napas. Awalnya Sehun tidak menyadari keadaan Sulli, namun akhirnya ia pun menyadarinya. Pandangan mereka kemudian saling bertemu mengantar rasa rindu di antara keduanya. Tetapi, Sehun kemudian mengalihkan tatapannya dan beranjak dari tempat duduknya. Dia hendak pergi menjauhi Sulli.

“Jamkanman!” pekik Sulli.

Sehun pun mengurungkan niatnya untuk pergi.

“Tidak bisakah kau jelaskan padaku kenapa kau menyembunyikan semuanya dariku?” tanya Sulli seraya menatap Sehun

Sehun tersenyum miris, “Memangnya kau siapa? Kenapa aku harus memberitahumu?”

Ucapan Sehun cukup menggores hati Sulli, namun Sulli berusaha menahannya. Dia tahu Sehun melakukannya karena tidak ingin Sulli sedih melihat kondisinya sekarang.

“Yaa Choi Sulli, kau pikir aku menyembunyikannya karena tidak ingin melihatmu sedih? Cih! Kau salah besar. Geurae, aku memang sakit, tapi alasanku memutuskan bukan karena itu. Aku memutuskanmu karena aku memang tidak mencintaimu.” jelas Sehun.

Bagaikan samurai tajam yang membelah dada Sulli, ucapan Sehun sungguh melukai perasaannya. Tidak peduli betapa kasarnya perkataan Sehun padanya dia akan tetap menahannya. Baginya sakit yang ia rasakan sekarang tidaklah separah sakit yang dirasakan Sehun.

“Eoh arrayo, memang tidak ada untungnya mencintai nappuen yeoja dan egois sepertiku.” gumam Sulli berusaha menahan tangisnya.

Sehun terdiam menatap Sulli, tidak ada balasan yang terlontar dari bibirnya terhadap perkataan Sulli barusan. Sedangkan Sulli berusaha bersikap tegar dihadapan Sehun. Dia memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum meski terasa sangat sulit.

“Ah matta! Hari inikan kau berulang tahun, saengil chukkae Sehun’ah.” seru Sulli yang kemudian melirik jam tangannya. “Ulang tahunmu akan berakhir beberapa jam lagi, jamkanmanyo! Aku punya sesuatu untukmu.”

Tanpa menunggu balasan dari Sehun, Sulli langsung berlari pergi. Langkahnya menuntunnya menuju sebuah mini-market yang tidak jauh dari taman. Dia hendak membeli beberapa chocopies beserta lilin ulang tahun. Dia ingin Sehun meniup lilin itu sebelum hari ulang tahunnya berakhir. Tidak membutuhkan waktu yang lama baginya untuk menyiapkan semuanya. Serangkai chocopies pun telah tersusun rapi dengan lilin yang menancap di atasnya. Sulli tersenyum puas memandang susunan chocopies itu. Dia pun bergegas kembali ke taman dimana Sehun berada.

Sesampainya Sulli di taman diedarkannya pandangan ke segelah arah, sudah tidak ada lagi sosok Sehun di sana. Sulli menghela napas, berusaha menahan bulir-bulir air yang hendak jatuh dari sepasang matanya yang sembab. Dia lalu mendudukkan dirinya di bangku taman, ditatapnya sendu rangkaian chocopies yang dipegangnya. Lilin yang tertancap di atasnya kemudian ia nyalakan, memberi setitik cahaya di malam yang penuh dengan kepiluan. Kenyataan bahwa Sehun tidak lagi membutuhkannya sungguh menyayat hatinya, merobek luka yang dulunya sempat mengering.

Sulli membiarkan api yang membakar lilin itu hingga habis, sebagaimana ia membiarkan air matanya yang kini jatuh dengan derasnya, “Mianhae Sehun’ah, jeongmal mianhaeyo.” isaknya.

Sehun mendongakkan tubuhnya dari balik pohon besar yang tumbuh tidak jauh dari tempat Sulli duduk. Ternyata dia tidak meninggalkannya, sejak tadi dia bersembunyi di balik pohon itu. Dia mengamati Sulli yang tengah menangis tersedu-sedu. Inilah yang tidak ia inginkan, melihat Sulli menangisi dirinya. Hatinya sakit melihat butiran air yang tak henti-hentinya jatuh dari mata Sulli. Tetapi, ia akan tetap bersembunyi di sana. Sulli adalah yeoja yang kuat, dia yakin Sulli bisa melewati semua ini, sama seperti ia melewati kepahitan sewaktu putus dengannya. Sulli pasti bisa melupakan dan menghapusnya dari memori kehidupannya. Dan mau tak mau, cepat atau lambat Sehun juga akan segera pergi dan menghilang untuk selamanya.

***

Secangkir teh hangat menemani Sehun mengisi aktivitas atau tepatnya lamunannya di pagi hari. Masih tersisa dua hari baginya untuk menikmati udara bebas sebelum kembali menjalani perawatan di rumah sakit. Udara pagi yang segar masuk ke dalam rongga paru-paru Sehun, membuatnya semakin terlihat bugar. Tetapi tidak dengan hatinya, kejadian semalam cukup meninggalkan luka perih di hatinya. Bayang-bayang Sulli yang tengah menangis terus berkelebat dalam ingatannya. Ingin rasanya ia membenturkan kepalanya keras-keras agar bisa kehilangan semua ingatannya. Namun, ia juga tidak ingin kehilangan memori indah saat bersama Sulli.

“Sehun’ah!” suara lembut eommanya menyadarkan Sehun dari lamunannya.

Sehun segera menoleh pada eommanya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok yeoja yang sangat ia kenali berdiri kaku di belakang eommanya.

“Sehun’ah, Sulli datang untuk menjengukmu. Eomma mau keluar sebentar ke supermarket, kalau ada yang kau inginkan kau bisa mengatakannya pada Sulli.” tutur eomma Sehun, “Sulli’ah, bibi minta tolong padamu, bibi titip Sehun sebentar padamu.”

Sulli menganggukkan kepala, “Ne eomoni.”

“Gomapta Sulli’ah.” balas eomma Sehun seraya tersenyum ramah.

Dalam hitungan detik eomma Sehun sudah tidak terlihat lagi. Sehun hanya terdiam tak memberi reaksi atas kedatangan Sulli, membuat Sulli merasa canggung. Dia pun mengambil langkah mendekati Sehun, disodorkannya bekal makanan pada Sehun. Dia sengaja bangun pagi lebih awal karena ingin membuat makanan untuk Sehun.

“Mungkin rasanya kurang enak, tapi ini bagus untuk kesehatanmu.” kata Sulli kaku.

Sehun menatap sinis pada Sulli, membuat Sulli merasa semakin tidak nyaman, “Aku tidak butuh itu! Siapa yang menyuruhmu datang ke sini?” erangnya.

“Semalam…kau pergi begitu saja, aku…aku cemas padamu.” jawab Sulli, suaranya terdengar sedikit bergetar, erangan Sehun berhasil membuatnya takut.

Mata Sehun terus memandang tajam pada Sulli, namun tatapan itu perlahan lenyap bergantikan senyum yang berusaha ia ukir di wajahnya. Sehun berjalan ke arah Sulli, perubahan sikapnya yang tiba-tiba itu membuat Sulli semakin merasa takut. Tetapi, Sulli bisa menangkap keanehan pada Sehun. Sehun memang tersenyum ke arahnya, namun tatapan matanya bukanlah ditujukan untuknya melainkan pada seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang Sulli. Sulli pun semakin menyadarinya ketika Sehun berjalan melewatinya, menabrak sebelah bahunya hingga membuatnya sedikit terdorong ke belakang.

“Nuna, kau darimana saja? Aku merindukanmu.” gumam Sehun lembut.

Jessica yang baru saja tiba kaget menyaksikan sikap Sehun yang tidak seperti biasanya. Kedatangannya langsung disambut dengan pelukan erat dari Sehun, membuatnya sulit untuk bergerak.

“Nuna tetaplah seperti ini sebentar saja, jebalyo!” bisik Sehun pada Jessica.

Jessica bisa melihat sosok Sulli yang menatap sendu ke arahnya. Ternyata Sehum bertingkah aneh seperti itu karena kedatangan Sulli. Jessica pun tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti permainan Sehun.

“Nuna jangan pergi lama-lama dariku, nan jeongmal saranghae.” gumam Sehun.

Sulli tertegun mendengar ucapan Sehun, air matanya seketika jatuh. Hatinya begitu sakit menyaksikan Sehun yang bersikap begitu manis pada Jessica. Sehun sudah tidak mencintainya lagi. Jika dipikir-pikir memang tidak ada untungnya mencintai yeoja egois sepertinya. Jessica memang lebih pantas untuk Sehun, selama ini dia yang merawat dan menjaga Sehun. Sedangkan dia selama ini hanya membenci Sehun dan menghabiskan waktunya untuk mempermainkan para namja. Mungkin sudah tidak ada lagi kebahagian untuk nappeun yeoja seperti dirinya.

“Mi…mianhaeyo, aku…aku seharusnya tidak datang ke sini, jeongmal mianhae.” isak Sulli.

Sehun kemudian melepaskan pelukannya dari Jessica dan menoleh pada Sulli, “Aku rasa kau tidak usah datang ke sini lagi. Kau bukan siapa-siapa lagi, bagiku kau hanya salah satu yeoja yang pernah menjadi yeojachinguku, hanya itu saja.”

“Ah satu lagi, aku pikir kita tidak usah bertemu karena itu hanya akan merusak hubunganku dengan Jessica, benarkan nuna?” Sehun menatap Jessica, memberinya isyarat agar membenarkan ucapannya barusan.

Jessica hanya sanggup menganggukkan kepalanya pelan. Meski perkataan Sehun bukan ditujukan padanya, tetapi dia bisa merasakan sakit yang dirasakan Sulli. Dia merasa sangat bersalah pada Sulli, tidak seharusnya ia datang ke rumah Sehun dan mengacaukan semuanya.

“Eoh majayo, aku bukan siapa-siapa lagi. Geundae aku sangat senang pernah memiliki namjachingu yang sangat baik sepertimu, nan jeongmal gomapta. Aku juga ingin meminta maaf padamu, mianhae karena tidak bisa menjadi yeojachingu yang baik untukmu.” tutur Sulli.

Air mata semakin deras membasahi wajah Sulli, tetapi ia sudah tidak peduli lagi. Menahan air matanya hanya akan menambah sesak di dadanya. Dia pun berusaha tersenyum pada Sehun sebelum pergi. Tetapi, Sehun sama sekali tidak memerdulikannya hingga akhirnya sosok Sulli benar-benar pergi.

“Kau sudah keterlaluan Sehun’ah.” gumam Jessica.

“Mianhae nuna, aku sedang ingin sendiri sekarang.” kata Sehun lalu berjalan menuju kamarnya.

To Be Continued . . .

For my lovely readers keep RCL, no bashing and plagiarism! Okay ^_~

>>> Cek klanjutan chapter’y disini!

20 pemikiran pada “Do Man Cry? [Chapter 6]

  1. akhirnya chap-6 nya keluar juga, lama amat sih eon publish-nya :(

    chap selanjutnya aku tunggu ya eon :)

  2. thehun jahat :'( tapi bingung juga sih secara dia ngelakuin itu demi kebaikan #ehgaktaujugadeh
    sulli fighting!!!

Tinggalkan Balasan ke kimmyelf Batalkan balasan